THEY DEBILITIES ARE GIFT



THEY DEBILITES ARE GIFT

Assalamulaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Alhamdulillah malam ini saya diberikan satu pemahaman yang unik melalui lukisan yang saya posting diatas. Ada yag tahu siapa di dalam lukisan itu? Ya ! dialah pemeran ISHAN” dalam FILM Taare Zameen Par.
Saya tertarik sedikit mengulas cerita i balik film ini. Bagi yang sudah menonton film ini mungkin tahu latar belakang masalah yang dihadapi oleh “Ishan” tapi mungkin banyak juga yang belum mengetahui apa latar belakang masalahnya.
Insyaallah tulisan saya malam ini, bermanfaat bagi kita orang tua, dan guru khususnya dalam mendidik dan mengabdi kepada generasi bangsa.
Dalam film ini, begitu saya mengetahui bahwa “ishan” mengidap “disleksia”, saya langsung terkesiap dan interested for watching more. Sedikit ulasan saya mengenai “disleksia”.
Disleksia adalah semacam disabilitas yang lazim dialami anak-anak. Anak-anak dengan disleksia umumnya mengalami kesulitan saat mereka belajar membaca, menulis atau mengeja kata-kata. Otak anak pengidap disleksia tidak mampu menerjemahkan gambar atau suara yang dilihat oleh mata atau yang didengar oleh telinga. Mata penderita disleksia bisa melihat kata-kata yang tertulis dalam buku, namun otak tidak mampu menerjemahkan apa yang mereka lihat. (https://id.theasianparent.com/ketahui-tentang-disleksia/).
Nah dari situ saya pun teringat pengalaman saya saat melakukan penelitian akhir saat kuliah. Dulu saya pikir egala gangguang yang terdapat pada anak, atau anak yang memerluka bimbingan khusus adalah anak “idiot” atau cacat mental. Padahal awalnya saya hanya ingin meneliti anak dengan gangguan konsentrasi atau ADHD. Yang membawa saya kepada salah satu SLB-C di bilahan Jakarta Timur, dan membuat saya meminta izin untuk mewawancarai kepala sekolah disana. Dan, its unpredictable! Unexpected! Segala dugaan saya salah, bahwa sebenarnya ADHD dan mental retarded its so different! Dan disleksia bukanlah bagian dari penyakit mental. Oleh karena itu kepikunan, keterbelakangan mental dan kerusakan otak tidak dapat digolongkan sebagai gejala disleksia, Demikian juga gangguan penglihatan dan pendengaran. (https://id.theasianparent.com/ketahui-tentang-disleksia/).
Sampailah saya untuk mencari tahu banyak mengenai retardasi mental dan perbedannya dengan ADHD. Dan Alhamdulillah saya mnemukan banyak jawaban disana. Kita lewati tentang pembicaraan saya dengan kepala sekolah SLB-C Asih Budi Duren sawit. Lalu saya menemukan suatu kesuitan atau ketidaksempurnaan anak dalam mengenal angka, bahasa dan lain sebagainya. Ya “Disleksia”
Lalu apa kaitannya film Taare Zameen Par, seorang guru dan special thing from every children? And this is, i’ll show to you guys!
Dari film tersebut membuat saya sadar bahwa sebagai guru kita harus mengerti dan faham kebutuhan anak didik kita. Bukan hanya kebutuhan akan materi yang diasup tetapi kondisi psikologis, emosional dan lain sebagainya. Its about  quantity not quality, pada kenyataannya kita sebagai guru sering merasa stress dan kesal apabila anak didik kita tidak bisa mengikuti pelajaran sebagaimana harusnya. YA ATAU TIDAK? Jujur, saya pun demikian. Apalagi dalam tuntutan yang sekarang diterapkan mengharuskan anak untuk selalu bisa mengkuti dengan baik aturan-aturan tersebut. Tapi masalahnya kemampuan setiap anak-anak berbeda-beda dan kita tidak bisa memaksa mereka untuk bisa sama dengan cara berikir kita. Aturan yang klasik saya kira pada zaman dahulu, kebanyakan orang tua hanya membalaskan rasa sakit hatinya akan cita-cita nya yang tidak terwujud kepada anak-anaknya. Yang padahal, sang anak tidak memiliki kecondongan arah kesana. Jika ingin ditanya bagaimana perasaan sang anak ketika mengalami pemaksaan itu, its so hurt! Cause iam feel it. Yah, saya mungkin sebagian kecil adalah korban. Namun saya berusaha mencari pintu lain.
And, well for all the teacher.. untuk teman-teman saya diluar sana yang berprofesi menjadi guru.. jangan marahi anak-anak anda ketika mereka lebih suka menggambar dari pada meghitung matematika. Atau lebih suka lari-larian daripada menulis dengan tenang. Its a miracle, adalah suatu keajaiban yang Allah ciptakan kepada anak-anak kita. Pun Allah telah berkata di dalam AL-Quran:  
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (Qs. An Nisa’: 9)
Jangan pernah tingglkan mereka, bimbing mereka dengan baik pahami mereka bukan hanya ketahui mereka. Ucapkanlah kata-kata yang baik, sungguh yang terdapat pada setiap ucapan adalah doa.
Lalu bagaimana ketika kita dihadapkan pada kondisi anak yang membutuhkan penanganan yang khusus? Dalam pelatihan mingguan guru oleh Bpk. Dr. H. Otib Satibi M.Pd arahkan mereka pada appa yang menonjol pada dirinya. Jangan sakiti mereka dengan aturan –aturan yang menyiksa mereka. Hargai kemampuan mereka dengan dukungan moril dan pelukan hangat. Bahwa mereka bisa sukses dengan kemampuan yangdimilikinya! Tingkat kecerdasan seorang anak bukan hanya dilihat melalui nilai, sempit apabila di zaman ini suatu kesuksesan hanya dilihat dari nilai nya saja. Astagfirullah.. mari kita ubah sedikit demi sedikit mindset tersebut.
Alhamdulillah, melalui film yang di direct dan dimainkan oleh Amir khan saya menemukan solusi apa yang harus saya berikan terhadap anak didik saya, dan saya telah menanamkan pada diri saya untuk mencitai profesi saya menjadi guru.
Bagi yang belum nonton, direkomendasikan sekali untuk nonton dan menjadi tambahan informasi dan ilmunya!

segala kekurangan datang murni dari diri saya, dan kebenaran hanya milik Allah SWT.
Semoga bermanfaat, wassalam. 



  lukisan ishan yang dibuat oleh guru melukisnya. yang menjadi cover di buku tahunan sekolah ishan. 
visit my instagram @andinitunnisa

                

                                                

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SIAPA YANG BENAR DAN SIAPA YANG SALAH?

Doa dan Hujan

Basah dan teduh bagian 1