Basah dan teduh bagian 2
PERTEMUAN KEDUA
Aku tidak pernah mengubah cara pandangku. Tentang bumi yang mengubah isinya, atau seperti nada sumbang yang ada pada not-not lagumu. Aku tidak pernah mengganti cara berpikirku.
Yang ada, aku mempertajam intuisiku, memelajari banyak hal kala waktu belum mau menyatukan dua jiwa yang berbeda, menjadi satu.
Kapan pertemuan pertama kita? Sudah lama sekali, empat tahun kalau aku tidak salah. Saat aku benar-benar salah menilai rasa, saat pikiranku masih mentah. Sekarang? Belum pikiranku belum masak, aku hanya memolesnya sedikit menjadi lebih tajam.
Selamat datang lagi, kau berhasil mengusik imaji. Sebagian kepalaku berpikir tentang mimpi, sebagian lagi tentangmu. Tapi jangan khawatir, aku akan tetap berada dalam koridorku.
Aku lupa itu bulan ke berapa di tahun ganjil, yang pasti itu tahun emasmu.
"Ndung, boleh minta tolong?"
"Iya kak, apa dulu?"
"Punya kain hitam?"
"Kain hitam gimana?"
"Kain hitam yang biasa buat pementasan, kamu punya kan?"
"Oooh, sebentar ya, aku konfirmasi dulu ke anak-anak, soalnya lagi persiapan untuk Latihan Alam juga sih".
"Oke, kabarin ya kalau ada"
Tentang yang tiba-tiba datang, tanpa angin tanpa permisi. Mengganggu pikir yang tadinya tenang, seketika gejolaknya muncul lagi.
Baik, saat itu kusiapkan lebih matang lagi diri dan hati. Aku tak tau apa lagi yang bakal terjadi sehabis ini, yang jelas aku senang.
Maya membuat semuanya lebih mudah, akunku yang sudah lama menguntit akhirnya mendapat pesan juga 😌
"Kak, ada nih! Tapi bukan dari teater gue ini dari teater Angka. Kalau mau aku tanyain lagi"yg
"Boleh dong!"
"Mau pake berapa meter kak, soalnya temen gue juga mau pake"
"Berapa ya, dua-duanya oke deh. Kena cas gak nih?"
"Ada lah cas mah, 75 ga pake nego! Cocok bungkus!"
"70 deh"
"75, bungkus!"
"Oke deh, bungkus. Oiya ktemu dimana nih?"
"UNJ aja kak, samping fakultas ekonomi ya"
"Ok"
Tidak ada yang direncanakan kala itu, tapi memang aku yang menupayakannya. Entahlah, memang aku ini bodoh atau terlalu baik? Haha, bodoh dan terlalu baik bedanya tipis banget soalnya.
07 Agustus, 2017.
P
P
P
P
P
P
P
"Kak dimana?"
"Baterai gue low, gue udah di depan masjid ya. Kalau udah sampe langsung ke situ aja"
Duh, kemana sih ni orang (batinku kesal) niat atau engga mau pinjam. Terus aku tuh kenapa, kenapa bela-belain banget minjem ini, upayain ini semua? (Dengan wajah masam, tapi bingung mau lampiasin ke siapa karena disana emang benar-bnar sendirian).
Oke, kalau sampe jam 11.00 dia gak datang, aku pulang. Bodo amat dia mau kaya gimana. What ever!
Drt drt.. *you have notification from Demara*
"Jadi de, maaf begadang semalam. Kesiangan."
"Oke, buruan ya jangan lupa suratnya!"
"Eh yah lupa suratnya -_-"
"Yahhh, gimana dong kak itu kan harus!"
"Yah gimana dong"
"Yaudahlah buruan aja dulu"
"Ok"
Aku sedikit lupa bagaimana perawakannya sekarang, masih sama atau..
Dari jauh langsung terlihat mana mahasiswa biasa mana mahasiswa tingkat akhir dengan model baju yang gak rapi sama sekali.
"Kak!" (Melambaikan tangan, sambil mengarahkan diri ke masjid)
"Woi, gimana?" (Demar dengan stelan jeans dan baju kemeja hijaunya rambut pirang di ikat)
"Langsung ke Darius aja deh yuk, lagi ada ospek nih jadi kayanya agak sulit buat ketemu" (sahut ku)
"Oke deh yuk"
Sambil menuju Darius, aku juga kontak ponsel Darius untuk memastikan posisinya.
Tapi, nol! Tidak ada jawaban dari Darius, kami datangi ruang sekretariat teater Angka dan nol juga. Tidak ada Darius disana. Cuma ruangan kosong yang lagi ditinggal penghuninya.
Aku tak hilang usaha, ku susuri salah satu tempat ospek yang lagi ramai. Barangkali ada Darius disana. Kucoba hubungi lagi ponsel Darius. Dan sama saja, No response! NIHIL.
Aku tak enak hati, Demar yang lagi di buru waktu dan deadline tidak dapat hasil apa-apa dari usahaku. Rrgggh!
"Duh kak, maaf banget ya kayanya Darius lagi ga bisa di hubungin. kaka nanti hubungin lagi aja Darius ya ya barangkali nanti udah bisa di hubungin. Soalnya sekarang gue harus ngajar, gak bisa lama-lama"
"Oh, iya gak apa-apa. Yuk gue anter. Lu pulang naik apa? "
"Eh gak usah, gue naik Transjakarta aja, itu deket dari sini kok haltenya"
"Serius gak papa?"
"Iyaa, gak papa santai aja"
"Oke," (sambil mengangkat tangan kanan nya ajakan tos ke arah Mendung)
"(Mendung lantas menangkupkan tangannya dan menjawab tos itu dengan salam tak bersentuhan)"
*Mereka tertawa, dan berlalu dengan masing-masing pikiran yang kusut.
Mendung dengan segala kekonyolan yang dilakukannya, sedang Demar merasa waktunya terbuang sia-sia hari itu.
Ada, yang tak sempat terambarkan oleh kata.. ketika kita berdua
Hanya waktu yang bisa bertanya, mungkinkah kau tau jawabnya..
(Payung Teduh-berdua)
Entah aku harus bersyukur atau sebaliknya, mencoba memasukkan ia pada diri yang jelas-jelas memaksa untuk ada.
Entah bagaimana perasaan tak bisa ku tahan untuk tak membara.
Malah terjebak pula sekarang aku dalam rongga dadanya.
Entah bagaimana tak dapat kubendung nafsu, kini ku harus bertanggungjawab atas keputusanku sendiri.
Siap-siap kecewa datang, padahal aku sendiri yang menciptanya.
BERTEMAN DENGAN DOA
Sejak pertemuan yang kedua, pikiran ku terus menjadi bulan-bulanan terjerumus. Dengan ketidak jelasan yang carut marut, berkhayal dengan imaji sendiri. Sakit dengan ketololan sendiri. Merengut karena merasa telah salah bertindak. Kalau bisa diputar waktu sebaiknya kemarin aku tak mengambil kesempatan itu.
Tapi mungkin ada pelajaran lain yang sedang Tuhan beri.
Sejak itu, aku sangat senang berdoa. Ada waktu-waktu mustajab yang selalu kulantunkan. Saat hujan turun, dan jeda diantara adzan dan iqomah. Karna aku yakin, tuhan tidak pernah ingkar pada janjinya untuk mengabulkan doa hamba-hambanya.
Aku tidak pernah putus asa pada doa-doaku.
Jika ada orang bilang "teruslah kamu buat status dalam instagrammu maka aku akan tahu kalau kamu baik-baik saja"
Itu lah aku, aku masih menjadi Mendung yang dulu. Si Silent Stalker . Kapan terkahir kali stalk? Setiap hari aku berusaha mengetahui bagaimana perkembangan Demar dengan Tugas Akhirnya.
Aku sudah lulus lebih dulu dibandingkan dia, tepat setahun setelah aku lulus Demar menyelesaikan Tugasnya. Aku merasa bersalah karena tidak membantu apa-apa dalam proses nya. Yang padahal di awal aku berusaha untuk bisa membantunya. Tapi melihat hasilnya dari kejauhan, aku cukup senang. Karena ini adalah hari terbaiknya, ia menunjukkan bahwa ada yang lebih penting daripada sebuah tanda kelulusan. Ya, perjuangan.
Ada yang belum ku ketahui apa yang membuat ia baru menyelesaikan kuliahnya. Padalah aku jelas-jelas tau dia kakak seniorku. Tapi memang aku tak tau persis, berapa lamanya.
Mari meramu
Tuhan mengerti soal siapa,
Apa dan bagaimana seharusnya.
Biarkan kopi membunuh namamu..
Sedang aku meramu doa,
Pada gelasku.
(12 Agustus 2017)
Tak banyak komunikasi lagi sejak itu. Hanya beberapa komentar dan tegur sapa dalam instagram saja. Kadang merayu, kadang juga cerita soal hal-hal yang tidak penting. Tegur sapa yang biasa orang-orang lakukan di luar sana. Tapi beda bagiku, itu terasa asing di dalam hatiku. Rasanya ada yang berkecamuk, tapi tak sanggup ku kuasai. Ia seringkalu jatuh, lalu siap untuk jatuh lagi.
Tapi doa-doa ku tidak pernah berhenti, ia selalu saja timbul di saat hati tak nyaman. Tidak kubiarkan celah doa ku sia-sia. Ia tak terlewat dari doaku.
Selama 3 tahun ku kumpulkan doa-doaku menjadi sebuah puisi receh, yang mungkin sulit untuk dipahami.
Hai KEPADA
Hai..
Kepada namanya yang kusebut dalam doa.
Kepada Tuhan maha pembolak-balik hati.
Kepada hujan yang membasahi tanah kerontang
Kepada daun yang jatuh terbawa angin,
Sampaikanlah maksud kepada.
(23 juni 2017)
Renjana
Durjana,
Doaku menjadi renjana yang
Membelukar
Teronggok pada semak,
Karena hujan memberikan banyak
Kata-kata sukar.
Bejana,
Renjana tak dapat bejana
Daku berdoa,
Agar renjana tak berubah jadi bencana.
(juli-agustus 2018)
Doa dini hari
Selamat pagi..
Selamat dini hari..
Semoga kau tak jengah, lalu pergi
Atas doaku yang terlampau pagi.
(juli 2018)
Rencana tak dikenal
Berbaik sangka saja
Tuhan punya rencana di balik jarak temu.
Tuhan, punya kisah di balik rindu yang belum padu.
Bentuklah pikirmu,
Jadi prasangka baik akan rencana NYA.
Sebab,
Mungkin ia cipta jarak guna menjagamu dari dosa.
(31 juli 2018)
Lantas apakah aku akan mengubah itu semua dengan ekspektasi yang lebih? Aku tidak ingin, bisa berbicara dan berceloteh banyak dengannya saat itu membuatku cukup merasa di hargai. Tidal dengan alasan-alasan yang masuk akal memang. Tapi setidaknya aku punya jawaban untuk hal ini.
Jangan berharap kepada manusia, karena jika harapanmu tidak dikabulkan maka kecewa akan kau dapatkan.
Sungguh, bicara denganmu tentang segala hal yang bukan tentang kita.
Selalu bisa membuat semua lebih bersahaja.
(Payung Teduh : Mari Bercerita)

Komentar
Posting Komentar